KISAH BERHIJAB SAYA DI JERMAN
Perkenalkan nama saya Rizka Rahmayani, bisa panggil saya Icha atau Rizka. Saya berumur 20 tahun. Alhamdulillah saat ini diberi kesempatan oleh Allah melanjutkan studi S1 di Martin Luther Universität, Halle, Jerman.
Awal Mula Berjilbab
Saya diperkenalkan jilbab oleh mama sejak saya TK di Banda Aceh. Ketika berumur 10 tahun dan harus pindah sekolah ke Jambi, saya masuk di SD yang tidak mewajibkan siswinya memakai jilbab.
Di Jambi saya bertemu dengan guru agama Islam, beliau menyapa saya dan bertanya, “kamu siswi yang pindahan dari aceh ya? ” iya bu.. “kok gak pake jilbab?” *jleb*. Keesokan harinya saya memutuskan untuk tetap berjilbab di SD negeri tersebut sampai sekarang.
Berjilbab di Negeri Orang
Ketika saya berada di bumi Allah yang lain, yaitu Jerman. Hidup jauh dari orang tua membuat saya sadar Allah-lah satu-satunya penolong saya. Allah-lah yang mengatur skenario hidup saya. Dan Jerman telah mengajari saya banyak hal terutama prinsip hidup.
Jerman yang disebut juga negara jantung eropa memiliki penduduk sekitar 82 juta manusia. Sekitar 66% atau 55 juta orang beragama kristen, 30% dari populasi penduduk negara jerman mengaku tidak memiliki agama dan hanya sekitar 5,2% penduduk Jerman yang beragama Islam.
Islam memang minoritas disini, tapi Jerman negara yang memiliki toleransi yang cukup tinggi. Mereka sangat terbuka dengan kepercayaan dan pemikiran siapapun. Karena itulah sampai detik ini Alhamdulillah saya belum mendapat kendala berarti dalam hal beribadah terutama dalam berhijab.
Ada banyak hal menarik mengenai hijab selama saya hampir 2 tahun tinggal di Jerman. Berikut tiga hal diantaranya:
1. Saat saya menyentuh kampus pertama kali
Banyak sekali wajah asing dihadapan saya, semua serba pirang, serba tinggi, serba mancung, dan serba serbi lainnya. Ada juga beberapa berwajah oriental, asia, dan afrika. Nah ketika saya sedang berjalan dikoridor kampus, ada yang menyapa saya dengan ucapan “Assalamu’alaykum“, karna kaget saya reflek langsung menjawab “Wa’alaykumsalam warahmatullahi wabarakatuh” sambil melihat ke arah pemuda yang terlihat terburu-buru itu.
Saya diberi salam oleh orang-orang yang berbeda negara dengan saya tapi ternyata kami bersaudara. Oooh betapa indahnya islam. Tentu hal ini tidak akan terjadi jika saya tidak memakai jilbab, karna dia pasti tidak mengetahui jika saya seorang muslim. Ternyata kisah saya ini sangat selaras dengan firman Allah:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Ahzab : 59)
2. Waktu Jerman sedang musim panas
Saat itu saya sempat bekerja saya sedang bekerja di Berlin saat mengisi liburan, Alhamdulillah saya bekerja di dalam ruangan. Saat saya bekerja disana, saya duduk disebuah meja, dan di meja tersebut ada 3 pria yang bekerja bersama saya. Dua diantara mereka orang afrika (A & B) dan satu lagi pria berkewarganegaraan Jerman (C).
A: you are moslem right?
Saya: of course, you can see it from my hijab
B: hey it’s summer not winter. It’s so hot now, why are you wearing that?
S: it’s my duty and it’s just for my God
B: sorry,i don’t believe in God and i think it’s no sense
S: okay i have a simple analogy for you. I have 2 candies, this one with wrap and this one without wrap. Which one do you prefer?
A: i want this one *nunjuk permen yang dibungkus*
S: why?
A: i want the new one
S: i hope you got the point guys. Woman in Islam is very special, so Islam protect us with this rule
C: i have a friend from maroko, she is moslem too. But why she doesn’t wear hijab like you?
A: i don’t know why, but it’s all about right and wrong. There is no compulsion in Islam. Because life is a choice
Dari pengalaman ini saya menarik kesimpulan, bahwa dimanapun kita berada, selama kita mengenakan hijab, itu adalah langkah dakwah kita.
3. Selama hidup di Jerman
Ketika hidup di Jerman saya bagai melihat dua warna yang jelas. Ada hitam dan ada putih. Dan saya lebih mudah untuk menilai dan mengikuti ajaran Islam secara utuh. Berbeda hal-nya ketika di Indonesia. Saya bagai melihat warna Abu-abu. Ketika ada orang yang berbuat kebenaran menurut islam, tapi malah dianggap aneh atau terkadang dicemooh oleh orang Islam itu sendiri.
Alhamdulillah dari awal tiba disini, saya telah diperkenalkan sebuah mesjid Indonesia di kota Berlin, Masjid Al-Falah namanya. Saya mulai belajar mengaplikasikan apa yang saya pelajari. Saya mulai mengenakan kaos kaki, saya mulai mengulurkan jilbab saya, saya mulai untuk memakai rok, dan lain sebagainya.
Hampir dua tahun sudah saya di Jerman. Saya sangat berharap tidak hanya ilmu dunia yang saya dapatkan, tetapi juga ilmu akhirat atau ilmu agama. Karena dengan ilmu akhirat inilah bekal kita untuk ke kampung halaman yang abadi.
Hidup di dunia paling tidak sampai 100 tahun, tapi kehidupan akhirat melebihi ribuan tahun lamanya, karna disanalah rumah kita yang sesungguhnya. Semoga kita dikumpulkan di surganya Allah SWT. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin :’)